Setiap diri pasti pernah melalui hari mendung
dalam hidupnya. Ketika itu diri akan berada dalam
zona iman yang lemah dan keadaan itu membuat
diri sangat tertekan. Apakah mungkin hidup bisa
tenang jika hubungan diri dengan Allah Taala
terancam?
Banyak sebab yang mengantar diri kepada
keadaan seperti itu. Antaranya ialah jika diri
terlalu terobsesi terhadap dunia hingga
melupakan tujuan sebenarnya hidup ini. Tetapi
bersyukur kepada Allah SWT karena hati masih
hidup dan merasa sempit apabila menyadari
kealpaan yang lalu.
Diri masih memiliki semangat untuk bangkit
mencari iman yang hilang. Tetapi persoalannya,
di manakah diri bisa menemukan iman yang hilang
itu?
Ada beberapa tempat yang bisa dikunjungi
untuk mencari keimanan sejati. Antaranya;
Di hati kita sendiri. Sesiapa yang mau
memperbaiki diri mesti melihat ke dalam lubuk
hatinya. Di situlah asal mula kebaikan bercambah
menjadi benih yang baik.
Hati yang hidup biasanya sibuk menanyai
pada tuannya, kenapa kamu lakukan itu dan ini?
Untuk siapa dan apa faedahnya? Hanya ada satu
zat yang dapat menguatkan hati, apabila diri
bersandar padaNya maka hilanglah segala beban
yang menyesakkan dada.
Siapakah yang diri cari jika hati terlalu
sedih? Siapakah yang diri tuju jika mara bahaya
telah mengepung dari segenap penjuru?
"Dan jika Allah menimpakan sesuatu
kemudharatan kepadamu maka tidak ada yang
dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika
Allah menghendaki kebaikan bagi kamu maka tidak
ada yang dapat menolak kurniaan-Nya. Dia
memberikan kebaikan itu kepada sesiapa yang
dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang." (Yunus: 107)
Hati yang senantiasa mengingati Allah SWT,
di situlah akan bermula segala kebaikan tercipta.
Hati yang membisikkan pada diri supaya
bertaubat, melupakan segala yang berlalu dan
memulakan hidup baru.
Hati adalah tempat jatuhnya pandangan
Allah SWT, tempat berkumpul rahmat dan
hidayah-Nya untuk mengikis segala syahwat yang
melekat di dindingnya. Jika hati bisa disentuh
umpama mangkuk kristal yang mahal, tuan
empunya sudah tentu menjaganya dengan penuh
kasih sayang. Jangan ada debu yang melekat,
senantiasa dibersihkan dan diletakkan pada
tempat yang aman. Tiada tangan kotor yang
mampu menjamah.
Tapi sayang hati itu begitu murah pada
pandangan manusia yang lalai, dibiarkan retak
menanti pecah berderai oleh dosa yang hitam.
Masihkah ada peluang membersih hati yang
dicipta Allah SWT untuk merasai sejuta nikmat.
Nikmat iman dan Islam, nikmat kebahagiaan dan
ketenangan.
Al-Fudail bin 'Iyadh berkata: "Sesiapa yang
memperbaiki hatinya karena Allah, niscaya Dia
akan memperbaiki amal perbuatannya. Sesiapa
yang memperbaiki hubungannya dengan Allah,
maka Allah akan memperbaiki hubungannya
dengan orang lain."
Iman yang hilang dan kehidupan sempit itu
akan segera berakhir jika diri bersedia
memperbaiki hubungan dengan Allah Taala.
Melicinkan hati dari debu yang melekat, karena
tiada seorangpun yang sanggup menderita tanpa
cahaya iman.
Adakalanya penyakit jasmani dan mental
menyerang manusia silih berganti. Bukankah itu
petanda wujudnya kezaliman yang diri lakukan
pada diri sendiri? Makanan yang tidak seimbang
dan rehat yang tidak mencukupi menjadi puncak
kurangnya daya kekebalan tubuh.
Tekanan dalam mengejar karier dan
pekerjaan, hubungan yang tegang dengan or-
ang lain menjadi sebab tekanan berlarutan.
Tetapi adakah diri juga merasai antara sebab
tekanan dalam hidup ini ialah tidak tersedianya
ilmu yang cukup, iman yang kebal dan ibadat
yang ikhlas?
Siapa saja bisa meminta nasehat doktor
pakar atau mencari obat alternatif yang menjadi
gaya hidup manusia modern seperti rileks di spa
dan melanggan pelbagai terapi yang teruji
pengaruhnya. Semua itu ikhtiar yang baik selagi
tidak menyalahi syara`.
Namun jangan mudah melupakan keperluan
diri yang lain. Kalau hanya jasmani yang diambil
berat, maka akan muncul ketidakseimbangan
dalam hidup. Bagaimana dengan rohani,
sudahkah ia diobati?
Islam adalah agama yang realistis, ia
berinteraksi dengan manusia secara
keseluruhannya baik jasmaninya, rohaninya
maupun akal dan perasaannya.
Islam meminta agar semua perkara itu diberi
santapan yang cukup dalam batasan sederhana.
Riyadhah itu menjadi santapan jasmani, ibadat
menjadi santapan rohani, ilmu menjadi santapan
akal dan seni menjadi santapan perasaan.
Keadilan dalam Islam cukup jelas
ukurannya. Hanya manusia saja yang tidak
mampu memberi keseksamaan untuk dirinya
sendiri. Ada yang terlebih mengutamakan dunia
hingga melupakan agama, tak sedikit pula yang
terpukau oleh ajaran yang menyalahi asas
kemurnian Islam itu sendiri.
Keadilan untuk diri adalah memberi hak
kepada seluruh isi tubuh ini dengan sebaik-
baiknya. Rasulullah SAW pernah menegur
seorang sahabat yang sembahyang sepanjang
malam dan berpuasa terus menerus pada siang
harinya, sabda baginda SAW yang bermaksud:
"Sesungguhnya bagi jasadmu ada haknya, bagi
matamu ada haknya, bagi keluargamu ada
haknya dan bagi tetamumu ada haknya."
(Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Tiada yang lebih menyayangi diri kita sendiri
selain Allah Taala dan diri kita sendiri. Jalannya
telah ditunjukkan oleh Rasul-Nya SAW yaitu
bersihkan hati dan berbuat adil pada tubuh
badan ini.
Keseimbangan dalam jasmani dan rohani.
Keseimbangan dalam perhatian antara dunia dan
akhirat. Semoga Allah rahmati kita semua
0 komentar:
Posting Komentar