8 (DELAPAN) KEBOHONGAN MULIA SEORANG IBU SELAMA HIDUPKU DEMI
DIRIKU
Tetapi kisah ini
justru sebaliknya . . . Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa
kebohongan akan membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang dalam
Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai
seorang anak laki-laki disebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja
seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberi porsi makannya
untuk-ku. Sambil memindahkan nasi ke piringku ibu berkata : “Makanlah nak ! Aku
tidak lapar . . .” KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA
Ketika aku tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan
waktu senggangnya pergi memancing di kolam dekat rumah. Ibu berharap dari hasil
pancingannya ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk pertumbuhan.
Sepulang dari memancing ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera.
Sewaktu aku makan sup ikan itu ibu duduk disampingku dan memakan ‘sisa’ daging
ikan yang masih menempel di duri, bekas ikan yang aku makan. Melihat ibu
seperti itu hatiku tersentuh. Aku mengambil sendok dan memberikan kepada ibu.
Tetapi dengan cepat ibu menolaknya dan berkata : “Makanlah nak, ibu tidak suka
makan ikan” KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA
Sekarang aku sudah masuk sekolah menengah. Demi membiayai
sekolah aku, kakak, dan abangku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah
kotak korek api untuk ditempel. Hasil tempelannya ibu menerima sedikit ‘upah’
untuk menutupi kebutuhan hidup. Dikala musim hujan tiba, aku bangun dari tempat
tidurku dan melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya
melanjutkan pekerjaannya – menempelkan kotak korek api. Aku berkata : “Ibu
tidurlah ! Sudah malam, besok pagi ibu masih harus kerja”. Ibuku tersenyum dan
berkata : “Cepat tidurlah nak ! Ibu tidak capek . . .” KEBOHONGAN IBU YANG
KETIGA
Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat
menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai
menyengat, ibu yang tegar dan gigih menunggui aku dibawah terik matahari selama
beberapa jam. Ketika lonceng berbunyi menandakan ujian telah selesai, ibu
dengan segera menyambutku dan menuangkan air teh yang sudah disiapkan dalam
botol yang dingin untuk-ku. Walau air teh begitu nikmat, tetapi tidak dapat
dibandingkan dengan ‘kasih sayang’ ibu yang diberikan untuk-ku. Melihat ibu dibanjiri
keringat, aku segera memberikan gelas teh-ku kepada ibu sambil menyuruhnya
minum. Ibu berkata : “Minumlah nak ! Ibu tidak haus”. KEBOHONGAN IBU YANG
KEEMPAT
Setelah kepergian ayah-ku karena sakit, ibuku yang malang
harus merangkap sebagai ayah sekaligus ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia
yang dulu, kini ibu harus membiayai kebutuhan hidup seorang diri. Kehidupan
keluarga kami yang sudah susah kini semakin susah. Tiada hari tanpa
penderitaan. Tetangga yang tinggal di sebelah rumah melihat kehidupan kami yang
sengsara seringkali menasehati ibu-ku untuk menikah lagi. Ibu tidak
menghiraukan nasehat mereka, dan ibu berkata : “Saya tidak butuh cinta” KEBOHONGAN
IBU YANG KELIMA
Ketika aku, kakakku,dan abangku – semuanya tamat dari
sekolah, ibuku yang sudah tua seharusnya berhenti bekerja, tetapi ia tidak mau
. . . Ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi jualan sayur untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya Kakakku dan abangku yang bekerja diluar kota sering
mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu
tetap bersikeras tidak mau menerima uang tersebut, dan bahkan mengirim balik
uang tersebut. Ibu berkata : “Saya punya uang” KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM
Setelah lulus dari S1, aku melanjutkan study ke S2 dan
kemudian memperoleh gelar Master dari sebuah universitas ternama di Amerika –
berkat sebuah beasiswa dari sebuah perusahaaan. Akhirnya akupun bekerja di
perusahaan itu dengan gaji yang cukup besar. Aku bermaksud membawa ibuku yang
sudah tua itu untuk berlibur di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati bermaksud
tidak mau merepotkan anaknya. Ia berkata kepada-ku : “Ibu tidak terbiasa”. KEBOHONGAN
IBU YANG KETUJUH
Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit
‘kanker lambung’ dan harus dirawat dirumah sakit. Aku yang jauh berada di
Amerika segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat Ibu yang
terbaring lemah diranjangnya, badannya kurus dan kering karena penyakit itu.
Ibu masih berusaha tersenyum melihatku, walaupun bisa terlihat kesakitan yang
ditahannya. Aku melihat ibuku dengan berlinangan air mata . . . Hatiku perih,
sakit sekali melihat kondisi ibu yang seperti ini. Tetapi dengan tegarnya ibu
berkata : “Jangan menangis anak-ku ! Aku tidak kesakitan”. KEBOHONGAN IBU
YANG KE DELAPAN
Setelah mengucapkan kebohongannya yang ke delapan, ibuku
tercinta menutup mata untuk terakhir kalinya . . .
Pesan moral kisah ini :
Betapa kasih seorang ibu sepanjang hidupnya terhadap
anak-anaknya. Dengan tidak mengenal lelah berjuang dan berkorban demi
kepentingan dan keberhasilan anak-anaknya. Sudahkah kita mengucapkan kata
‘TERIMA KASIH’ untuk ibu tercinta kita ?
“SELAMAT HARI IBU”
0 komentar:
Posting Komentar