Dari Ma’mar bin Sulaiman, dari Furaat bin As-Saib,
dari Maimun bin Mihran diriwayatkan bahwa ia berkata: “Tiga hal yang
jangan sampai menimpa dirimu: Jangan kalian mendekati penguasa, meskipun
kamu bisa mengatakan: “Aku akan mengaturnya dalam ketaatan kepada
Allah. “Janganlah kamu mendengarkan ucapan Ahli Bid’ah. Karena kamu
tidak menyadari ucapannya yang menempel di hatimu. Dan janganlah kamu
masuk ke tempat seorang perempuan, meski kamu bisa beralasan: “Saya akan
mengajarkan Kitabullah.” (Siyaru A’laamin Nubalaa’ V:77)
Katsier bin Yahya meriwayatkan dari ayahnya, bahwa ia
berkata: “Sulaiman bin Abdul Malik datang ke kotam Madinah ketika Umar
bin Abdul Aziz bertugas di sana. Ia shalat Zhuhur berjama’ah di masjid
kemudian membuka pintu kamar di masjid itu dan bersandar ke mihrabnya
sambil menghadapkan wajahnya ke arah orang banyak. Tiba-tiba ia melihat
Shafwan bin Sulaim. Ia bertanya kepada Umar: “Siapakah lelaki itu? Aku
tidak pernah melihat orang yang lebih berwibawa daripadanya.” Beliau
menjawab: “Itu adalah Shafwan.” Maka Sulaiman berkata kepada pelayannya:
“Tolong ambilkan sekantung uang limaratus dinar.” Setelah uang itu
diambilkan, beliau berkata kepda pelayannya: “Tolong berikan uang ini
kepada orang yang sedang shalat itu.” Pelayan itu segera mendekati
Shafwan yang kala itu sedang shalat. Setelah salam, ia menengok ke arah
pelayan itu dan bertanya: “Ada yang bisa kubantu?” Si pelayan menjawab:
“Amirul Mukminin mengatakan, engkau bisa menggunakan uang ini untuk
keperluanmu sewaktu-waktu dan untuk kebutuhan keluargamu.” Ia berkata:
“Bukan aku orang yang diperintahkan Sulaiman untuk diberikan uang itu.”
Pelayan itu menegaskan: “Bukankah Anda yang bernama Shafwan bin Sulaim?
Ia menjawab: “Betul.” Kalau begitu, aku memang disuruh memberikan uang
ini kepadamu.” Ia kembali berkata: “Coba pulang dan konfirmasikan lagi.”
Lelaki itupun berlalu. Shafwan segera mengambil sandalnya dan keluar
dari masjid. Semenjak itu, ia tidak pernah terlihat lagi sampai Sulaiman
keluar dari kota Madinah.” (Siyaru A’laamin Nubalaa’ V:368)
Dari Hisyam bin Abbad diriwayatkan bahwa ia berkata:
“Aku pernah mendengar Ja’far bin Muhammad berkata: “Para ahli fikih
adalah pemegang amanah para Rasul. Apabila engkau melihat Ahli Fikih
yang sudah condong kepada penguasa, maka curigailah.” (Siyaru A’laamin
Nubalaa’ VI:262)
Dari Fudhail bin Iyyadh diriwayatkan bahwa ia
berkata: “Ibnul Mubarak pernah ditanya: “Siapakah manusia itu?” Beliau
menjawab: “Para ulama.” Beliau ditanya lagi: “Lalu siapakah para raja
itu?” Beliau menjawab: “Orang-orang zuhud. ” Lalu siapakah orang yang
hina itu?” Beliau menjawab: “Orang yang mencari makan dengan menggunakan
agamanya.” (Shifatush Shafwah IV:140)
Sumber : Aina Nahnu Min Akhlaaqis Salaf, Abdul Azis bin Nashir
Al-Jalil Baha’uddien ‘Aqiel, Edisi Indonesia “Panduan Akhlak Salaf”
alih bahasa : Abu Umar Basyir Al-Medani
Dari Ma’mar bin Sulaiman, dari Furaat bin As-Saib,
dari Maimun bin Mihran diriwayatkan bahwa ia berkata: “Tiga hal yang
jangan sampai menimpa dirimu: Jangan kalian mendekati penguasa, meskipun
kamu bisa mengatakan: “Aku akan mengaturnya dalam ketaatan kepada
Allah. “Janganlah kamu mendengarkan ucapan Ahli Bid’ah. Karena kamu
tidak menyadari ucapannya yang menempel di hatimu. Dan janganlah kamu
masuk ke tempat seorang perempuan, meski kamu bisa beralasan: “Saya akan
mengajarkan Kitabullah.” (Siyaru A’laamin Nubalaa’ V:77)
Katsier bin Yahya meriwayatkan dari ayahnya, bahwa ia
berkata: “Sulaiman bin Abdul Malik datang ke kotam Madinah ketika Umar
bin Abdul Aziz bertugas di sana. Ia shalat Zhuhur berjama’ah di masjid
kemudian membuka pintu kamar di masjid itu dan bersandar ke mihrabnya
sambil menghadapkan wajahnya ke arah orang banyak. Tiba-tiba ia melihat
Shafwan bin Sulaim. Ia bertanya kepada Umar: “Siapakah lelaki itu? Aku
tidak pernah melihat orang yang lebih berwibawa daripadanya.” Beliau
menjawab: “Itu adalah Shafwan.” Maka Sulaiman berkata kepada pelayannya:
“Tolong ambilkan sekantung uang limaratus dinar.” Setelah uang itu
diambilkan, beliau berkata kepda pelayannya: “Tolong berikan uang ini
kepada orang yang sedang shalat itu.” Pelayan itu segera mendekati
Shafwan yang kala itu sedang shalat. Setelah salam, ia menengok ke arah
pelayan itu dan bertanya: “Ada yang bisa kubantu?” Si pelayan menjawab:
“Amirul Mukminin mengatakan, engkau bisa menggunakan uang ini untuk
keperluanmu sewaktu-waktu dan untuk kebutuhan keluargamu.” Ia berkata:
“Bukan aku orang yang diperintahkan Sulaiman untuk diberikan uang itu.”
Pelayan itu menegaskan: “Bukankah Anda yang bernama Shafwan bin Sulaim?
Ia menjawab: “Betul.” Kalau begitu, aku memang disuruh memberikan uang
ini kepadamu.” Ia kembali berkata: “Coba pulang dan konfirmasikan lagi.”
Lelaki itupun berlalu. Shafwan segera mengambil sandalnya dan keluar
dari masjid. Semenjak itu, ia tidak pernah terlihat lagi sampai Sulaiman
keluar dari kota Madinah.” (Siyaru A’laamin Nubalaa’ V:368)
Dari Hisyam bin Abbad diriwayatkan bahwa ia berkata:
“Aku pernah mendengar Ja’far bin Muhammad berkata: “Para ahli fikih
adalah pemegang amanah para Rasul. Apabila engkau melihat Ahli Fikih
yang sudah condong kepada penguasa, maka curigailah.” (Siyaru A’laamin
Nubalaa’ VI:262)
Dari Fudhail bin Iyyadh diriwayatkan bahwa ia
berkata: “Ibnul Mubarak pernah ditanya: “Siapakah manusia itu?” Beliau
menjawab: “Para ulama.” Beliau ditanya lagi: “Lalu siapakah para raja
itu?” Beliau menjawab: “Orang-orang zuhud. ” Lalu siapakah orang yang
hina itu?” Beliau menjawab: “Orang yang mencari makan dengan menggunakan
agamanya.” (Shifatush Shafwah IV:140)
0 komentar:
Posting Komentar