Bulan puasa atau Ramadhan telah tiba, dimana umat Islam menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh. Hampir semua agama mempraktekkan puasa, tentunya dengan aturan yang berbeda-beda. Namun dalam dunia medis, masih terjadi pro dan kontra tentang mempraktekkan puasa ini.
Puasa adalah tindakan sukarela untuk tidak makan dan minum dalam kurun waktu tertentu. Puasa total di definisikan sebagai tidak makan dan minum selama satu hari atau 24 jam, atau bahkan beberapa hari. Beberapa hanya mempraktekkan puasasebagian, atau membatasi mengkonsumsi makanan atau minum.
Secara psikologis, puasa sangat mempengaruhi kesehatanmental. Hal tersebut dikarenakan otak mengkonsumsi protein sepanjang waktu, bahkan sewaktu kita tidur. Tetapi sewaktu kita berpuasa, asupan protein yang diterima tubuh berkurang, tentu saja hal ini mempengaruhi asupan protein yang diterima otak. Karenanya, ketika kita berpuasa seringkali lebih emosional dan sensitive.
Namun berdasarkan beberapa riset, puasa memiliki pengaruh yang positif terhadap kesehatan mental. Berdasarkan artikel yang dirilis oleh Psycologytoday.com, tikus yang berpuasa lebih kebal terhadap beberapa penyakit karena otak menghasilkan sebuah bahan kimia yang bernama brain-derived neurotropic factor (BDNF), yang merangsang pembelajaran, ingatan, pertumbuhan dan saraf otakuntuk bertahan hidup. Bahkan BNFD membuat hewan lebih kebal terhadap kemungkinan kerusakanotak, seperti penyakit Alzheimer.
Namun tanda bahaya dialami oleh tikus yang diakhir puasanya dibiarkan makan semaunya, mereka lebih rentan terhadap diabetes dan juga penyakit sejenis Alzheimer.
Saat puasa, tubuh mengalami perubahan metabolisme. Biasanya 3-5 jam setelah dimulai berpuasa. Untuk itu, usai puasa perlu hati-hati mengkonsumsi makanan. Jangan terlalu banyak atau jenis-jenis makanan yang sulit dicerna oleh usus kita.
0 komentar:
Posting Komentar