Beberapa tahun belakangan, banyak berita mengenai anak-anak yang lari dari rumah. Hal ini ternyata tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai belahan dunia lainnya. Di Inggris, puluhan ribu anak dikabarkan lari dari rumah setiap tahunnya, tetapi ternyata hanya sekitar seperlima orangtua yang melaporkan kehilangan anak kepada polisi.
Sekitar 17 persen anak yang lari dari rumah mengatakan bahwa ketika mereka hilang, mereka terus dicari oleh orangtua mereka. Sedangkan 13 persen anak yang lain tidak yakin apakah orangtua mereka berusaha menemukan mereka. Sebuah laporan dari Children’s Society menyatakan, setiap 5 menit ada kasus satu anak lari dari tempat tinggal mereka. Sebagian besar dari mereka ternyata berasal dari keluarga yang tidak harmonis. Anak-anak dengan keluarga yang tidak harmonis memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar untuk melarikan diri.
Kurang harmonisnya hubungan orangtua dan anak ini lebih banyak disebabkan latar belakang ekonomi, dan status pernikahan orangtua mereka. Anak-anak yang memiliki orangtua yang utuh dan harmonis pasti akan merasakan kasih sayang yang penuh sehingga anak akan merasa bahagia, sehat, dan berhasil di sekolah, dibandingkan anak-anak dari keluarga yang tak harmonis. Laporan ini didasarkan pada wawancara dengan 7.300 remaja dengan usia antara 14 sampai 16 tahun di sekolah-sekolah di Inggris, dan sekitar 84.000 anak-anak lari dari rumah setiap tahunnya.
“Kualitas hubungan keluarga lebih penting daripada faktor ekonomi. Anak yang berusaha melarikan diri biasanya memiliki alasan hubungan yang kurang positif dengan orangtua, dan tingkat konflik keluarga yang tinggi,” ungkap Bob Reitemeier, juru bicara Children’s society.
Dalam penelitian ini juga disebutkan bahwa satu dari lima anak yang berada dalam situasi seperti ini sudah terjadi dalam 12 bulan terakhir. “Anak-anak yang tinggal dengan kedua orangtuanya memiliki tingkat terendah dalam kasus anak yang melarikan diri. Anak-anak yang telah mengalami perubahan keluarga dan konflik selama setahun tiga kali lebih mungkin melarikan diri,” tambahnya.
Lembaga amal ini telah menghabiskan 12 tahun untuk meneliti motivasi anak-anak yang sering melarikan diri dari rumah. “Hasil penelitian menunjukkan bahwa argumen dan konflik keluarga lainnya memainkan peran penting dalam mempengaruhi keputusan anak untuk melarikan diri. Hubungan keluarga miskin berkualitas dan orangtua yang lalai membuat anak-anak merasa tak berdaya,” tukasnya.
Menurut survei, 70.000 anak berusia 14-16 tahun lari dari rumah setiap tahun, namun ternyata hal ini juga dilakukan anak-anak yang lebih tua usianya. Satu dari sembilan anak yang lari dari rumah mengatakan bahwa mereka telah terluka atau dirugikan selama di luar rumah, dan seringkali terpaksa harus mencuri.
“Beberapa anak begitu putus asa sehingga mereka mencuri, beralih ke obat-obatan atau alkohol, atau bahkan disalahgunakan dan mengalami diskriminasi oleh orang lain yang ditemuinya. Tak jarang mereka merasa sendirian dan terlalu putus asa untuk meminta bantuan,” beber Bob.
( Sumber : kompas.com )
0 komentar:
Posting Komentar